Okay, now i will tell you our story at upper world in 3265 DPL
(Above Sea Level). This our long day story from Lawu mountain, Indonesia. This
not just an adventure, this not just a trip....
Sebelumnya gue kasih tau, Figure di balik cerita ini
Fitri (Gopek), Mirna,Yoan, Denata, Dicky, Binti, Vaiz, Rosyid, Oka, Vianda
Ten crazy teenagers
Dimulai saat hari minggu. Pukul kurang lebih jam 9.30 malam,
oka datang menjemputku. Aku yang hanya berpakaian baju lapangan pecinta alam
dan celana loreng khas TNI-AD dan bersandingkan tas yang hanya berisi headlamp,
sleeping bag, dan tenda dome, segera bergegas . Mampir di minimarket dekat rumahku untuk
membeli perlengkapan yang hanya sebatas mie instan, dan air putih 1liter.
Berangkat dari kota yang hangat ke kota yang dingin. Ditengah
jalan, aku dan Oka bertemu dengan rombongan lain yang sudah menunggu di kantor
PLN magetan. Kami ber-sepuluh melanjutkan perjalanan menuju Cemoro Sewu, dimana
perjalanan panjang kami dimulai. Pukul kurang lebih jam 10 malam, kami sudah
mencapai Cemoro Sewu. Sebenarnya kami ingin menginap satu malam dulu di Pos
utama Cemoro Sewu.
Kami kurang cepat, kami melihat kurang lebih 15 orang sudah
menempati pos itu. Akhirnya kami mendirikan tenda dome, di dekat tower radio
milik pos utama Cemoro Kandang. Meskipun baru menempati pos utama, sudah terasa
sekali dingin yang menerobos pakaian. Dengan
itu, kita akhiri malam dengan tidur dengan berpelukan dengan angin gunung.
Pagi,
sekitar jam 5, kami semua sudah bangun. Menanti sunrise
sederhana yang muncul di atas perumahan warga sekitar. Aku, oka dan yang
lain melaksanakan sholat subuh dengan air yang sama dengan air es.
Setelah kembali ke camp site pertama kami, langsung packing semua tenda
yang kami dirikan kemarin malam. Lantas jam 7 kami keluar Cemoro Sewu
untuk mencari sarapan. Kami hanya sarapan pecel dan segelas teh panas.
Kau tau? Disana teh panas tidak terasa panas lagi di mulut. Perut
terisi, kami pun melanjutkan perjalanan menuju 3265 DPL (puncak Lawu).
Kami berjalan melalui
batu-batu yang dijajar rapi agar kami tidak terjatuh atau terpeleset. Jalan yang
kami lalui terdapat 6 pos. Dari pos utama ke pos 1 cukup menguras tenaga. Karena
jalan yang menunjak dan perbekalan yang berat membuat kami beberapa kali
berhenti untuk istirahat. Sesampainya di pos 1 kami hanya istirahat sejenak
mengurangi penat. Setelah dirasa cukupkami melanjutkan perjalanan ke pos 2,
lagi-lagi kami beberapa kali berhenti untuk beristirahat. Mungkin karena jarak
antara pos 1 dan pos 2 yang sangat jauh dibandingkan ke pos-pos lainnya. Di tengah
jalan menuju ke pos 2 terdapat jalan yang sangat curam hingga 45 derajat
kemiringannya. Ini benar-benar menguras tenaga kami. Setelah melalui jalanan
curam dan bentangan pohon kami sampai di pos 2. Disana kami bertemu dengan
pendaki yang umurnya sudah tua dan tanpa alas kaki sekalipun. Melihat kondisi
mereka, mereka terlihat sehat dan bugar. Di pos 2 kami makan hanya sekedar roti
bungkus dari dicky. Tidak diduga ternyata di pos 2 tiba-tiba turun hujan. Akhirnya
kita masuk pos yang hanya seperti pendopo itu. Setelah hujan reda kami langsung
bergegas menuju pos 3. Mulai dari pos 2 ini kami berjalan agak cepat karena
takut hujan akan mengguyur kami lagi. Ternyata jarak dari pos 2 ke pos 3 tidak
terlalu panjang. Namun kondisi pos 3 yang hanya setengah atap membuat kami
tidak berlama-lama disana. Di sana kami bertemu dengan rombongan lain dari Universitas
Atmajaya Yogyakarta. Orang dari Atmajaya yang sangat dekat dengan kami adalah
mas Yoka yang jika bertemu dengan kami selalu mengajak main basket karena pada
saat itu dia hanya memakai celana basket kuning yang terdapat gambar bintang berwarna
ungu. Kami pun segera menuju ke pos 4 dengan kawan baru kami dari Yogya
tersebut. Ditengah jalan menuju pos 4 kami terpisah dengan Oka, Denata, Mirna,
dan gopek. Mereka ber-empat berada di depan kami. Rosyid yang daritadi sudah
lapar segera berteriak memanggil ke empat orang itu agar berhenti di tempatnya.
“woii berhenti di tempat, sekarang!!!. ayo cari tempat memasak!!
Disini banyak yang kelaparan!!”, beberapa kali Rosyid berteriak lantang.
Dan ternyata di tempat mereka berhenti, kami hanya bertemu
dengan Gopek dan Mirna. Oka dan Denata sudah jauh didepan dan mungkin tidak
mendengar teriakan Rosyid. Di tempat itu juga kami hanya memasak mie instan
dengan telur rebus yang sudah matang dan lontong yang sebenarnya sudah
bercampur air dan kita hanya memakan bagian dalamnya.
Sambil memakan bekal kami
bersenda gurau. Mengatakan bahwa lontong itu sebenarnya enak tapi tidak aman
itu berhasil membuat kami disana tertawa. Tanpa mengulur waktu kami menuju pos
4. Di tengah jalan terdengar sayup-sayup suara Oka yang sudah nangkring diatas
batu. Dia mengejek kami yang tega-teganya meninggalkan dia makan hanya dengan
minuman sereal yang dia bawa. Dekat dengan Oka kami melihat kakak-kakak Atmajaya
yang sepertinya menemani Oka disana. Kami juga berkenalan dengan kak Sisi yang
di sebut oka sebagai kak Umbel, ada kak Ria juga yang namanya hampir sama
dengan kakaknya Oka dan kakak-kakak lain. Akhirnya kami semua dari Madiun dan
Yogya berangkat bersama melanjutkan perjalanan menuju pos 4. Beberapa meter dari
tempat Oka nangkring tadi, kami melihat Denata yang sudah berada di pos 4. Di pos
4 sudah terlihat bahwa kami berada di atas awan. Pemandangan yang sangat indah
dan banyaknya bunga Edelweiss membuat kami merasa senang dan lega sudah berada
di atas awan.
Disana kami berfoto ria dengan keindahan gunung Lawu. Dengan sampainya
kami di pos 4 berarti sudah dekat dengan pos 5 dimana disana nanti kita dirikan
tenda untuk menginap. Tidak ada 30 menit kami melewati jalan yang di samping
kanan kirinya banyak bunga Edelweiss kami sampai di Pos 5 yang luas. Kami tiba
disana pukul 5.30 sore. Segara kami mendirikan 2 tenda dome dan membuat
perapian agar badan kami hangat. Kami juga makan mie instan lagi dan secangkir
penuh minuman sereal. Segeralah setelah kenyang kami beranjak tidur agar segera
dapat melihat sunrise diatas Gunung Lawu esok hari. Ternyata suhu dingin disana
tidak membiarkanku tidur. Kakiku yang berada di dalam sleeping bag tidak mempan
menahan suhu yang hampir 1 derajat celcius itu. Aku beberapa kali terbangun
untuk menghangatkan kakiku yang sudah mulai membeku. Tiba-tiba Oka mengatakan
padaku yang hingga saat ini masih kuingat.
“Jangan membawa sleeping bag kalau mau kesini lagi, nggak
akan mempan menghangatkanmu. Bawa aja selimut yang ada bulunya agar hangat”
katanya.
Akhirnya kami saling berbagi selimut agar hangat dan dapat
segera tidur.
Hari selasa pagi. Sebenarnya kami ingin melihat sunrise dan
segera pulang hari itu juga.
Apadaya, kami hanya melihat awan yang tepat
menyelimuti tenda kami. Sambil menanti awannya reda dan kami dapat melihat
sunrise, kamipun berkumpul di satu tenda dan bergurau disana.
Ampun, awan yang
tidak reda-reda tersebut menjadi badai. Kami segera mengurungkan niat kami
melihat sunrise pagi itu. Dengan berdesak-desakkan di dalam tenda yang hanya
muat 8 orang itu kami mencoba menghangatkan diri. Angin selalu menghempaskan
tenda dome yang kami tempati, beberapa kali tenda dome jatuh karena tidak kuat
menahanangin yang sangat kencang. Frame tenda kami patah 2. Yang pada akhirnya
tenda kami ikat pada ranting. Sama sekali tidak membantu, rantingnya patah dan
kami hanya bisa menahan dome yang setengah rubuh itu dengan tangan kami. Oka,
Denata, Dicky, Gopek dan Vinda mencoba untuk melawan badai untuk segera menuju
ke mbok yem, tempat teraman di dekat pos 6 untuk mencari makan. Sedangkan aku,
rosyid, yoan, mirna dan binti tetap di tenda untuk berjaga-jaga. Tidak lama,
kami didera hujan yang sangat deras yang membuat tenda kami benar-benar rubuh
sekarang. itu memaksa kami ber-5 segera pindah ke tenda yang muat hanya untuk 2
orang. Disana kami mencoba menghangatkan diri dengan sesuatu yang belum basah. Karena
selimut dan sleeping bag yang kami pakai di tenda dome yang rubuh tadi, tidak
sempat kami selamatkan dan akhirnya digenangi air.
“kita pulang hari ini?” tanyaku,
“mustahil jika dalam keadaan seperti ini is” yoan menjawab.
“yang penting sekarang kita berfikir bagaimana cara ke mbok yem”
lanjutnya.
Sekitar pukul 1 siang lebih 15 menit Oka dan Dicky datang
menyelamatkan kami. Kami yang terjebak di tengah badai segera dibantu
mem-packing semua barang-barang dan segera ke mbok yem. Tanganku sudah mulai
beku dan pembuluh darah halusku di tangan semua pecah, membuatku tidak dapat
berlaku banyak. Setelah semua masuk tas carrier kami langsung menantang badai
dan angin yang beberapa kali berhasil menghempaskan kami. Dengan kekuatan yang tersisa kami berjalan
melewati jalanan yang curam lagi, kurang dari 30 menit kami smpai di mbok yem. Aku
lantas membanting tas carrier yang kubawadan segera merebahkan badanku yang
sudah mulai lemah, begitupun yang lain. Terlihat yang baru datang di mbok yem
benar-benar kelelahan. Tidak ada yang berhasil berdiri lagi, sesekali kami
mencoba untuk menuju perapian untuk menghangatkan tangan. Terlalu dingginnya
suhu badan ini sampai-sampai mampu di masukkan api yang membara, kak Sisi yang
berada di sampingku sesekali berteriak karena takut akan kelakuanku yang
memasukkan tangan ke api yang membara. Di dalam warung mbok yem kami bergurau
bersama. Banyak dari pendaki menuju warung mbok yem untuk berlindung. Dari Solo,
Jakarta, Ngawi, Magetan, Ponorogo ada semua. Ada juga Saka Bhayangkara dan Saka
Wana Bhakti yang ikut berlindung di warung mbok yem. Malam tiba, aku, oka, dan
semua rombonganku bercerita malam dengan mas Yoka dan mbak Ria dari Atmajaya,
kami bersenda gurau disana. Bercerita mulai dari hantu gunung, lalu cerita film
yang berkaitan dengan pendakian dan petualangan, merambak ke cerita warkop DKI,
komik domba gila, bercerita tentang anak kos, sampai mengolok-olok guru di
sekolah masing-masing. Sampai akhirnya kami lelah dan mencoba tidur. Lagi-lagi,
aku harus terbangun beberapa kali karena kaki yang dingin membuatku tidak bisa
tidur jenak.
Hari berganti, hari rabu. Kami harus segera pulang kalau
tidak, bisa-bisa kami dihadang badai lagi, tapi sebelum itu kami ke puncak dulu
bersama mas Yoka dan mbak Ria, jalannya asik karena kami bernyanyi dan bercanda
sepanjang jalan menuju puncak. Sesampainya di puncak. Kami lagi-lagi tidak bisa
melihat pemandangan karena awan kabut yang tebal. Tanpa banyak tingkah kami
mengambil merah putih dan menyanyikannya di atas puncak lawu 3265 DPL itu,
menyentuh sekali. Entahlah, tapi menyanyikan lagu indonesia raya di atas
ketinggian 3265 DPL itu sangat kena sekali di hati. Sebelum kembali ke mbok yem
kami sempatkan untuk berfoto dengan tugu puncak
J
Lega rasanya bisa
berpelukan dengan puncak. Kami kembali ke mbok yem dan packing. Kami harus
segera pulang. Harus !!
Kami bersama rombongan Atmajaya akhirnya pulang
bersama-sama. Tidak seperti hari pendakian. Hari kita turun sangat cepat, nggak
kerasa dari pos 6 kami sampai ke pos 2. Beratri kami tidak berhenti di pos 5,
4, dan 3. Di pos 3 kami hanya bersiap-siap dengan mantel karena gerimis. Sampai
di pos 2 ternyata gerimis itu menjadi hujan lebat. Kami kedinginan disana. Sempat
di pos 2 kami memasak mie instan lagi agar punya kekuatan untuk turun gunung. Karena tidak ingin mengulur waktu kami
langsung berangkat lagi menerpa hujan yang deras itu. Langkah demi langkah kami
tidak peduli. Yang ada di otak kami saat itu adalah harus segera pulang. Pos 1
telah kami lewati. Setelah pos 1 ada jalan memotong yang sangat licin namun
lebih cepat, kami memilih melewati jalan itu. Tiba-tiba denata terperosok, kakinya
terkilir dan harus dibalut. Untung ada Gopek yang cekatan dalam medis. Setelah kaki
denata dibalut dia tak kuat untuk berjalan lagi, akhirnya oka, rosyid, mirna,
vianda, dan binti melanjutkan perjalanan. Dan aku, dicky, yoan, dan gopek harus
menolong denata untuk berjalan. Aku dan dicky bergantian memopong dan
menggendong denata sepanjang perjalanan menuju ke pos utama di Cemoro Sewu. Yoan
yang menjadi leader pun mengatakan Cemoro sewu tinggal belok kekiri lagi. Itu dia
katakan beberapa kali.
“yo, mau ciuman sama pantofel’ku kah??” jengkelku.
Tapi memang benar setelah beberapa kali belok kekiri dan ke
kanan dan kekiri lagi dan ke kanan sedikit lagi kami sampai di Cemoro sewu, Oka
terlihat membawa sepeda motornyauntuk membawa denata. Sampailah kami di Cemoro
sewu. Beristirahat dan segera pulang.
ini beberapa foto yang kami potretdari 3 kamera berbeda.
Ini ceritaku, cerita kita, cerita kami, cerita untuk semua orang.
Jangan meremehkan alam, meskipun indah, namun bisa membunuh jika kalian tidak waspada.
Jangan takut dengan alam, karena banyak sekali cerita dibalik semua keindahannya.
Ingat pantangan
Jangan mengambil sesuatu kecuali gambar
Jangan membakar sesuatu kecuali semangat
Jangan membunuh sesuatu kecuali waktu
Jangan meninggalkan sesuatu kecuali jejak
Jejak kami tinggalkan di ketinggian 3265 DPL bersama cerita didalamnya.
Akan kami ukir lagi, di kemudian hari...
Source iamcataliens.blogspot.com with same writer.